Sujud Tanda Patuh

Share it:

 

Muhammad Murood Baasya Tampubolon sedang Sujud Isya.

Hari ini cinta itu sangat sulit untuk diungkapkan, lembaran sebelah kanan diawali pujian, lembaran kiri diharuskan sebuah pernyataan, diantaranya ada kisah, hukum dan nasehat.

Dalam perjalanan hidup, manusia hanya seadanya, bekal itu tidak lebih dari panca indra.

Terkadang, dan mungkin yang sebenarnya sering mengiringi, yaitu rasa. Rangkuman itu semua berpusat pada rasa, walupun letaknya berbeda, namun puncaknya dihati.

Dimata, telinga, hidung, lidah, telapak tangan, kulit, dan telapak kaki ada rasa, terlebih di tengkuk leher jika bulu roma berdiri, rasa yang menakutkan.

Yang dapat menggugah hati adalah rasa, hasilnya bisa kasihan, iba, benci, dendam, hasad, dengki dan seterusnya.

Adakah??? !!!.

Kutatap alam sekitar, rasa takjub menghiasi relung hati, rasa rendah menghampiri, senyum dan bibir bergumam Subhanallah, kesucian hanya milikMu semata.

Hening, hanya suara isi alam yang memberikan komentarnya, burung bersiul, ayam hutan berkokok pendek, peraduan daun dan gesekan dahan sebagai pertanda gerak angin terlihat, sesekali suara kendaraan melintas terdengar.

Pohon-pohon kecil menari meliuk-liukkan batangnya, sepertinya ingin menghiburku dan ingin berkata padaku "Bukankah aku dibawah kendalimu?, bukankah sang Pencipta sudah memilihmu untuk semua ini, tapi mengapa?"

Sejenak angin berhembus berhenti menerpa batangnya yang kecil, daunnya yang masih belum rindang, kalaupun dicabut dengan satu tangan pasti terpisah antara dirinya dan tanah sebagai pentuk kelemahannya yang tidak mampu berbuat banyak, itukah makna dibawah kendalimu?.

Warna itu tercipta tanpa ada yang harus menyepakati harus hijau, merah kekuning-kuningan, dan seterusnya, bahkan diriku tak pernah protes kenapa harus itu warnanya?!.

Seekor tawon tanah, yang tidak memiliki pendidikan merangkai sebuah sarang yang begitu indah, sepertinya ia sedang meledekiku dengan kemampuannya yang luar biasa, tidak lebih tigapuluh menit ia sudah bisa tidur nyenyak didalam sarang yang barusan saja dibuatnya, rasa kagum menghampiriku, inikah makhluk kecil ciptaanNya yang membuatku terpesona kepadaNya?!.

Ahli, ia berkata, manusia dan binatang hanya dibedakan dengan fikiran, akan tetapi yang berfikir terkadang mengatakan binatang juga berfikir, mungkin, yang mengatakan demikian sedang mencoba memahami keadaan yang sebenarnya namun juga tidak yang sebenarya, sebab sedikitnya pengetahuan dan dangkalnya penalaran.

Lantas?!!!.

Dahulu kala, ruang dan isinya sudah ada, hanya saja sebatas kalangan mereka, sebab nalar ini tidak dapat menjangkaunya, namun fikiran dan insting terus berusaha membuat simbolnya dan hati berusaha mengakustiknya lewat jemari.

Allah namaNya, berdialog tapi bukan meminta pendapat, berdiskusi bukan mencari solusi, hanya saja yang tidak ada setara denganNya tidak mengerti maksudNya namun berusaha menimpaliNya.

Ceritanya, bukan mana dulu, tapi, realitanya, mungkin, seperti itu adanya, sifatnya masih relatif, yaitu bumi sudah tercipta.

Gambar telah ditentukan, penamaan sudah ditetapkan, bahan-bahanya sudah direncanakan, disebutlah ia Adam.

Berupa angin, ditiuplah gambar, iapun bergerak, mungkin untuk pertama kali tiupan itu ditiupkan kerongga jenis makhluk ini.

Gambar yang berada disekitarnya diperkenalkan dengan cara menamai, nantinya itulah yang menjadi tanda kemuliaan, eksistensi, dan kelebihannya dari makhluk yang tidak serupa dengannya yang berada disekitarnya, sejak saat itu, dikenal sebuah kata namun hanya bisa dilihat dari sikap dan diberi nama "Kesombongan".

Apalah arti sebuah nama, namun semuanya harus patuh, tunduk dan bahkan harus sujud hanya karena sebuah nama. بسم الله الرحمن الرحيم

Share it:

Ibadah

Ilmu

Post A Comment:

0 comments:

Terimakasih telah meninggalkan pesan kepada kami.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.